Senin, 23 Februari 2015

Bersahabat dengan Emosi

Hari ini, seperti beberapa hari lainnya yang sudah lewat. Adanya beberapa tugas tambahan di sekolah, kegiatan mengajar, persiapan perangkat, bahan ajar, menjawab soal ujian pemantapan...menyenangkan, tapi ternyata menguras tenaga dan pikiran.
Sampai di rumah, waktuna bersenang-senang dengan baby sora, mendengar cerita2 ajaib mesha, dan berbagi pikiran dengan vina. Ohya, menjadi partner papa agus juga..seru, tapi lagi2...juga menguras energi.
Saat sedang dalam kondisi energi menurun, saat itulah emosi semakin meningkat...
Bawaannya pengen ngomel, jadi lebih sering mengkritik, dan tanduk mulai bermunculan...
Saatnya pengendalian...
Saya tidak berusaha menekan emosi...makin keras ditekan...malah bisa meledak. Ya toh? :D
Paling banter, berusaha mengendalikan.
Emosi (marah) itu manusiawi, asalkan wajar...kalo berlebihan, jadi sesal nantinya...
Caranya? Yaaa tergantung cara kita masing2...
Saya lebih memilih diam dulu, menarik nafas, atau bentuk pengendalian lainnya. Klise, tapi selalu berhasil.
Saat kita sedang marah tanpa berapi-api... Marah dengan suara terkendali...saat itu kita lebih didengarkan...
Anak-anak...tidak pernah tidak melakukan kesalahan (meleset kalau kata saya).
Nasi yang tumpah, barang2 yang tidak pada tempatnya, menunda-nunda sesuatu, jahil pada saudara, berantem kecil, dan segala hal remeh lainnya.
Thank's God saya bisa merasakan kesalahan itu terjadi...
Artinya...terimakasih, mereka ada di hidup saya, walaupun terjadi "kerusuhan" bayangkan jika Tuhan tidak menitipkan mereka pada saya...:) intinya bersyukur...
Selalu bersyukur pada-Nya...
Tadi, puncaknya adalah, saat sora jatuh di undagan...tidak parah memang, tapi nangisnya tetep heboh.
Saat itu ada kedua kakaknya disana.
Saya sedang membereskan perabot di belakang...
Kaget, tentu...tapi saya tidak langsung mengeluarkan kata2 atau bahkan teriakan pada kakak2nya.
Saya angkat sora, memeluknya, dan menenangkan dia. Hanya perlu kurang dari 1 menit hingga sora tenang kembali.
Bayangkan jika saya berteriak pada kakaknya...tangisannya mungkin malah akan lebih heboh.
Justru, kedua kakaknya merasa salah, karena ternyata mereka sempat lalai.
Senangnya saat kami berpelukan...omelan saya keluar, tidak ekstrim, tapi khas mama mahitri...
Saat itu mereka hanya nyengir... Tapi kemudian jadi makin waspada.
The power of hug, the power of love.
Tidak mudah menjadi orangtua, plus pekerja, plus menantu plus anak plus warga masyarakat.
Tapi, itulah hidup, bersyukur masih bisa menikmati semuanya...
Jangan menekan emosi...nanti jadi kayak kentut, makin pelan suaranya, makin bau dia.
Bersahabatlah dengan emosi...
Bersyukurlah atas segalanya...

By Mahitri W

Minggu, 22 Februari 2015

Bumbu Cinta ala Mama

Memasak untuk keluarga itu...susah2 gampang, menyenangkan sekaligus membetekan (bahasa apa ini??). Sudah kita yang mengeluarkan uang, memasak di dapur, tapi seringkali dikritik dengan sangat pedas...hehehe...
Buat saya sih, itu jadi semacam tantangan.
Duluuuu di awal pernikahan, saya suka iba melihat suami saya kalo mencicipi masakan saya. Ekspresinya sulit digambarkan dengan kata2. Lebih bagus dengan doa :p
Tapiii, saya bangga jika dia memuji cara2 saya menyiapkan segala sesuatu untuk anak2.
Dia juga yang membuat saya tidak pernah menyerah belajar menyiapkan masakan dengan benar :) *makasi pa*
Belajar dari mama rai, itu yang paling benar :)
Setelah anak2 makin besar, semangat saya untuk memasak sendiri, makin tinggi. Tujuan utama sih, menyiapkan makanan sehat buat mereka.
Selain tentunya lebih hemat :D
Saat ini, suami dan anak2 saya sudah terbiasa dengan masakan saya. Vina selalu bangga membawa bekal masakan mama ke sekolah. Mesha suka juga sih, hanya saja, dari 3 kotak makan yang pernah dia bawa k skolah...4 sudah hilang...well, yang satu kotak makan dari mama daje..
Saya sendiri sudah tau, apa saja masakan kesukaan dari setiap anggota keluarga, dan cara penyajiannya...
Merepotkan memang, tapi, melihat kepuasan mreka...itu tidak tergantikan.
Seringkali, vina dan mesha berkomentar "mama itu masakannya pake bumbu cinta, makanya kita sukaaa"
Bahkan suami saya lebih memilih makan di rumah, sekalipun sedang aktivitas di luar (ini kemungkinan lebih ke arah penghematan, ya...bukannya efek bumbu cinta :D)
Piss yooo pa...
Hmmm, setiap kali saya disebut menggunakan bumbu cinta (note: bukan msg ya...no msg lah), saya jadi berpikir...
"Cinta sebesar apa yang mama daje (mama saya aka nenen aka mama rai) pakai untuk masakan beliau, sampai2 anak2nya, semua menantu, ipar dari anak2nya, suami/istri dari para ipar, keponakan2nya plus suami/istri mereka, semua cucu-nya, begitu mengidolakan masakan mama"
Bener loh...sampai kami (saya dan vina) punya aturan, kalau sedang diet, selain aturan diet standar yang harus dijalani, aturan paling utama adalah...tidak mengunjungi rumah nenen sampai tercapai bb ideal :D
Apapun yang tersaji di rumah mama, pastilah lezat, dan mengundang selera.
Sekalipun itu hanya telor kukus, ataupun sarden kalengan...
Indikator utama? Mesha...
Ni anak susah banget makannya...tapi di rumah mama (nenen), kuli aja kalah banyak makannya...
Masih tidak percaya? Yuk berkunjung ke rumah mama saya...
Maka anda juga pasti akan mempertanyakan...bumbu cinta sebanyak apa yang beliau gunakan???
*love u so much mama rai*

By Mahitri W