Senin, 25 Juli 2016

Penjurusan di SMA, tentang keinginan dan kenyataan.

Saya tertarik sekaligus tergelitik ketika membaca tulisan mb Deassy M Destiani yang berjudul "MAU TANTANGAN ATAU KEMUDAHAN" di wall halaman beliau.
Intinya tulisan ini memaparkan, betapa secara tidak disadari, insting "melindungi" orang tua terhadap anaknya justru membuat kita mengantarkan anak2 menjadi mandiri yang kurang tangguh dan kurang berani menghadapi tantangan...
Tulisan yang "keren" menurut saya, layak dibaca oleh kita selaku orang tua.
Kadang, kita memang harus merasakan kesusahan untuk dapat berpikir cepat saat menghadapi masalah, berpikir untuk mencari jalan keluar, ya...bukan berpikir untuk lari dan menjauh dari masalah.
Apa yang membuat saya tergelitik dengan tulisan tersebut?
Ada hal yang terjadi di sekitar saya, yang membuat saya sadar bahwa saat itu, beberapa orangtua siswa saya sedang melemahkan mental anak2nya...
Jadi, sebagai sekolah yang masih menerapkan kurikulum KTSP, maka penjurusan ditetapkan pada tahun kedua, atau saat siswa naik ke kelas XI.
Proses penjurusan ini sendiri, tentu ditetapkan berdasarkan beberapa kriteria. Terutama adalah nilai, hasil psikotest di awal kelas X, dan beberapa faktor lain.
Sebagai guru, saya sudah pernah menekankan hal tersebut kepada siswa saya. Bahwa, kadang memang ada keinginan kita untuk memilih jurusan tertentu...tapi pada akhirnya, kriteria2 tersebut yang akan menuntun kita ke jurusan yang memang sebaiknya diambil. Bahkan saya sudah menekankan bahwa, saat itu terjadi, percayalah bahwa itulah jalan yang harus kita lewati. Jalani dan percayalah bahwa jika kita mau berusaha, pasti selalu ada hasil yang baik.
Maka, proses pengisian formulir, proses perankingan dan penyesuaian pun dimulai. Bukan kerja yang mudah bagi 3 guru BK kami...
Kehebohan pun dimulai saat pengumuman keluar. Ada siswa yang berbahagia, ada yang kecewa karena belum sesuai jurusan yang diinginkan.
Beberapa menghubungi saya dan meminta untuk dipindahkan. Tentu saya menolaknya. Bukan karena saya tidak mau membantu, tetapi mengingat kerja panjang rekan-rekan saya di BK, saya jelas menolak dengan halus. Saya membantu anak2 ini dengan memberi semangat, dan, saya memang sudah berjanji akan membantu mereka mempelajari materi ekonomi yang kadang menjadi momok bagi mereka.
Kenapa Ekonomi? Karena kebanyakan dari siswa ini memilih jurusan bahasa, namun ternyata sebagian dianggap lebih sesuai ditempatkan pada jurusan IPS. Setelah proses ngobrol yang panjang dengan mereka ini, akhirnya mereka menyatakan siap "berjuang" di jurusan IPS. Dan tentu saya akan pegang teguh janji saya untuk membantu mereka saat belajar. Saat belajar ya, bukan membantu nilai, karna toh saya tidak mengajar di kelas XI.
Jujur ada beberapa siswa dengan alasan tertentu yang memang saya rekomendasikan untuk ke jurusan tertentu, bukan dengan iming2 hadiah atau sejenisnya ya, tentu berdasarkan nilai dan kesesuaian. Itupun saya lakukan sebelum proses penilaian oleh BK berjalan. Dan, dari 5 siswa, hanya 3 yang memang bisa dibantu, 2 lainnya karena tidak bisa ditoleransi, maka tidak bisa mendapat jurusan yang mereka tuju.
Saya salut pada salah satu siswa yang "meleset" ini. Dengan tenangnya dia berkata bahwa dia siap dan akan melakukan yang terbaik disini...
Saya salut sewaktu siswa ini berkata, "saya percaya bu, ini jalan saya dan ini juga yang akan mengantarkan saya mencapai cita-cita" wow...you're the best, girl...pikir saya saat itu ( ื▿ ืʃƪ)
Namun ada juga yang membuat saya sedih.
Seorang ortu siswa menghubungi saya, menginginkan anaknya dipindahkan jurusannya. Hal yang tidak mungkin untuk dilakukan, mengingat jika satu anak dipindahkan, bagaimana respon siswa lainnya?
Pun saya sudah menjelaskan, saya hanya guru biasa yang menghargai hasil kerja panjang dan jujur memang berat, yang dilakukan oleh para guru BK.
Dengan hati2 sudah saya jelaskan bahwa jika target siswa adalah bidang pariwisata, maka melalui jurusan manapun, bisa diambil, tidak melulu dari jurusan bahasa.
Saya benar-benar berharap siswa2 saya mempunyai mental pejuang. Bahwa tantangan apapun akan dijalani. Jangan terus ngambek dan merajuk.
Hidup tidak berhenti saat mengambil jurusan di SMA. Tantangan akan semakin berat, dimanapun kita melangkah.
Lalu apa yang terjadi?
Siswa tersebut dan 1 siswa lainnya menyatakan diri pindah ke sekolah lain, yang bisa memberikan mereka jurusan yang diinginkan.
Saya sedih.
Bukan karena sekedar kehilangan siswa. Tapi hal terbesar yang mengganggu saya adalah...secara tak sadar, ortu-nya sedang melindungi anaknya yang merajuk tsb, dengan pemikiran bahwa ortu akan selalu meluluskan keinginan mereka, bahwa saat ada hal yang tidak sesuai keinginan mereka, pergi saja dan tinggalkan tantangan itu.
Ah...tidakkah mereka berpikir bahwa, terkadang, kegagalan, kenyataan yang meleset dari target, kesedihan dan kesusahan, mungkin adalah jalan menuju keberhasilan kita yang sebenarnya?
Bahwa terkadang hidup memang tidak seindah impian, namun harus tetap dilewati.
Bahwa sebagai manusia, otak dan hati harus sejalan dan harus sama tangguhnya untuk bisa bertahan dan menjadi pemenang yang sesungguhnya?
Dan begitulah...
Saya, selaku guru dan juga orang tua...hanya bisa berdoa untuk kebaikan anak2 saya.
Jika saya berjanji membantu mereka dalam belajar, akan saya tepati itu.
Rumah saya selalu terbuka untuk anak2 yang ingin belajar.
Namun proses pembelajaran, bukan hanya antara siswa dan guru di sekolah.
Orang tua pun harus membantu dalam pelatihan mental anak-anak.
Biarkan sesekali anak itu kecewa. Disitulah gunanya kita. Mendukung mereka. Bukan untuk lari tapi untuk berjuang. Kecuali jika hal tersebut memang pantas untuk ditinggalkan. Analisa dan dukungan orangtua selalu diperlukan oleh anak-anak.
Jadi...pilihan ada pada kita...
Mau Tantangan Atau Kemudahan?
By Mahitri W

Senin, 04 Juli 2016

Ketika Rasa tak Bisa jadi Kata...

Kadang, ada satu waktu dimana ada rasa yang tidak bisa saya jelaskan, rasa apakah itu...
Ada waktu dimana saya merasakan sesuatu yang mengganjal, tapi saya tidak bisa jelaskan itu apa...karena memang saya sendiri tidak tahu rasa apakah itu...
Mungkin, ada sesuatu yang mengganggu tapi alam sadar saya tidak bisa mendeskripsikan apakah itu...
Kadangkala juga, saya tahu itu apa dan mengapa...tapi tidak bisa saya bagikan karena itu akan mengganggu.
Mengganggu siapa? Mengganggu banyak orang dan kestabilan.
Duh, bahasanya... (⌣́_⌣̀)
Kadangkala juga, keinginan untuk menyenangkan orang lain, membuat saya seperti terjebak dalam sebuah labirin yang tak berujung.
Yang saya sadar betul, labirin tak jelas itu, saya sendiri yang menciptakannya...
Jadi, apa makna dari goresan kata2 saya saat ini?
Nah...itulah, ketika ada rasa yang tidak bisa saya jadikan kata...
Maka sebuah tulisan yang tanpa makna seperti inilah yang berhasil saya ciptakan...
Ah...saya mungkin hanya merindukan catatan harian saya ini.
Yang lama tak saya kunjungi...
Yang lama tak saya tulisi...
Terlalu banyak ide, rasa, impian dan hasrat yang berputar2 di kepala dan hati saya.
Membuat saya jadi tersesat dalam labirin karya saya sendiri.
Saya hanya ingin jadi sesederhana dulu...
Jika ada yang mengganggu dan mengganjal...cukup tuliskan...
Maka akan sedikit mengurangi beban hati saya.
Titik.
Yah...saya memang merindukanmu, catatanku...
Saya memang harus mengeluarkan "sampah otak" untuk didaur ulang di catatan ini...
Menulis dan berbahagia... :)
Svaha...



By Mahitri W