Senin, 21 November 2016

Tentang Prinsip...

Saya selalu mengagumi ayah saya.
Beliau mungkin bukan tokoh heroik negara, atau seorang penemu yang membawa pengaruh besar bagi umat manusia.
Tapi, pola pikir dan cara beliau menyayangi keluarga-nya...mengagumkan.
Perlu dirinci? Enggak ah...biarlah itu hanya kami rasakan...tak perlu dirinci...
Tak indah lagi...
Dibalik kekakuan beliau, rasa kasihnya dan kepasrahan-nya benar2 top.
Pagi ini, satu lagi perkataan beliau yang membuat saya tersentuh...
Tentang usaha yang akan dijalankan...
Sewaktu saya mengatakan, jangan pandang saudara dulu, untuk sementara kasi harga normalnya aja...
Kenapa saya berkata begitu? Karena secara materi saat ini beliau pas-pasan banget.
Cenderung kurang malah.
Tapi dengan santainya beliau berkata... "Tujuan bapak kan nolong keluarga, bukannya nyari untung"
Saya tersentuh...
Ah...secara materi mungkin beliau memang menengah kebawah, tapi hatinya...duh...seluas samudra.
Yah, mungkin itu yang menyebabkan beliau ƍäª pernah merasa kekurangan.
Dan ga pernah merasa susah.
Karena banyak cinta yang beliau terima...
Kita memang tak bisa makan cinta...tak bisa membeli apapun dengan kasih...
Tapi kebahagiaan yang nyata...uang juga tak bisa membelinya...
Mungkin begitu...
Ah...sehat selalu ya pa...

By Mahitri W

Minggu, 20 November 2016

Statusmu...

Ah...statusmu...
Status-mu di media sosial..
Begitu panjang...begitu rinci...
Menceritakan pengalaman kejeduk pintu dan rasa sakitnya...
Menceritakan obrolanmu...
Menceritakan betemu...
Begitu terperinci...
Lalu...lihat...kenapa juga saya berkomentar?
:D
Ahya...mungkin saya rese'
Bisa juga iri...karena saya tidak pernah membuat status seperti itu...
Bahkan seringkali lupa ganti status...
Mungkin kalian pernah heran melihat status saya yang selama 3 hari ada di kebun binatang...
Karena itu saya malas merinci status...
Karena saya pelupa...
Tapi tolong kawan, jangan pernah membuat status bahwa kalian sedang sendirian di rumah atau di tempat tertentu...itu semacam memancing niatan seseorang...
Niat apa? Yah, pikirkanlah...
Jangan pula jadikan media sosial sebagai tempat sampah amarahmu...
Well...jarimu, yang menekan tombol 'send', adalah harimau-mu...
Please, be wise...

By Mahitri W

Sabtu, 19 November 2016

Keluarga Besar

Setiap dimulainya tahun ajaran baru, ketika mulai mengajar di kelas x, saya selalu mengingatkan siswa2 saya bahwa kita semua adalah keluarga besar. Sekelompok orang yang mempunyai tali persaudaraan sebagai anggota dari sebuah sekolah.
Dan khusus untuk anak wali saya, saya mengingatkan bahwa kita adalah keluarga inti. Harus ada rasa sayang, saling peduli dan saling mengingatkan. Jika tidak bisa diberitau, maka hubungi saya sebagai orangtua.
Sayapun merasa bahwa seluruh siswa saya adalah anak2 saya. Dan untuk anak wali saya, mereka adalah anak2 terdekat saya. Karna itu, sebisa mungkin saya selalu meng-update berita terbaru ttg mereka.
Mungkin saya masuk dalam kelompok wali kelas yang sering mondar-mandir masuk ke kelas wali. Memang bukan saya saja, ada banyak teman guru yang seperti itu juga.
Lalu...
Apa ini terjadi setelah saya menjadi guru?
Saya rasa tidak...di rumah saya cukup dekat dengan semua keponakan dan anak2 disekitar rumah.
Entah kenapa, saya mudah akrab dengan anak2.
Bukan hanya anak2. Tapi saya juga termasuk kategori orang yang mudah menjalin pertemanan dengan siapa saja.
Mungkin karena saya dibesarkan di papua, pada masa dimana hiburan itu sesuatu yang tidak mudah dijangkau. Dimana pertemanan adalah sesuatu yang mudah didapat, dan sekaligus paling berharga yang bisa kita miliki. Bahwa pertemanan baik dengan sesama pendatang ataupun putra daerah adalah hiburan terbaik yang bisa kita miliki.
Sebuah anugerah besar bagi saya, karna saya tumbuh besar di papua pada masa itu, dimana perbedaan bukanlah masalah besar. Bahwa hari lebaran, natal dan nyepi adalah hari raya kita semua. Bahwa itu kesempatan silaturahmi sekaligus makan gratis :)
Bagi kami, anak2 papua.
Bukan karena kami kekurangan makanan, tapi lebih karena kebahagiaan bisa pergi bersama teman2, silaturahmi ke. Semua teman dan guru atau kenalan.
Begitu menyenangkan.
Beruntung pula, bahwa setelah meninggalkan papua, saya tetap tumbuh di lingkungan yang heterogen. Tetap berkomunikasi intens dengan semua teman, dan dukungan komunikasi dengan orangtua yang juga terbiasa hidup dalam lingkungan yang heterogen pula.
For me...it's a gift.
Maka itu ada rasa sedih ketika beberapa teman yang tumbuh bersama, mendadak menjadi sarkatis. Ketika media sosial merubah mereka menjadi hakim.
Saya juga mengikuti berita, saya pun mempunya pandangan.
Tapi itu tidak membuat saya membenci yang berseberangan, dan menyebar fitnah.
Seperti juga dalam satu sekolah, kita adalah keluarga besar, maka dalam satu negara, bukankah kita juga keluarga besar?
Mengingatkan yang salah, harus.
Memberi teguran bahkan memberi hukuman pun boleh.
Tapi haruskah kita saling membenci?
Entahlah...saya tidak ingin menjadi sok bijak karena hidup saya sendiri belum lempeng.
Yah, lebih baik kita banyak2 melihat atau menonton humor. Humor yang seger, bukan yang garing atau menjual paha dan dada.
Agar pikiran fresh dan otot wajah jadi lebih rileks.
Atau...cuti media sosial saya lebih diperpanjang... :D
Fokus pada anak2 bangsa di rumah dan di sekolah, ohya dan di lingkungan saya.
Jadi pelawak bagi mereka, dan membuat mereka tersenyum bahkan tertawa.
Membuat saya selalu dirindukan.
Dan...jika butuh perawatan wajah, saya selalu diingat... #ehh...
​ƗƗɐƗƗɐƗƗɐ"̮ ƗƗɐƗƗɐƗƗɐ"̮
By Mahitri W