Sabtu, 12 Desember 2015

Bahagia - Sedih - Bahagia - Sedih ...

Seberapa besar suka cita kita, segitu juga sedih yang akan dirasa...
Ada ungkapan seperti itu yang sering saya dengar...dalam berbagai versi, dalam berbagai bahasa...
Bukannya saya baru menyadari itu, saya justru sangat2 menyadari itu. Hanya saja, saat ini saya benar-benar tergelitik untuk menuliskannya. Entah dengan maksud apa. Mungkin hanya untuk memuaskan hati saya saja.
Seperti hari ini, perasaan saya benar2 seperti sedang menaiki roller coaster dengan kecepatan naik turunnya yang ekstrim.
Saya berterima kasih kepada anak2 saya yang walaupun sedang mengalami guncangan, yang membuat saya harus selalu berjuang menahan airmata, tapi kalian masih tetap berprestasi.
Ini bukan tentang berada di peringkat berapakah kalian, tapi lebih kepada besarnya usaha kalian.
Buat saya, yang penting mereka tetap saling mendukung, itu sudah sangat berarti.
Saudara ke-3 meraih juara umum. Ini memang kabar baik, dukanya adalah...engkau harus bersiap memasuki dunia pertarungan sesungguhnya...lebih mudah merebut daripada mempertahankan...
Saudara ke-1 dan ke-2...semangat kalian, itu sangat membanggakan.
Menghapus kabut, mungkin susah, tapi bukan ga mungkin diakalin supaya ga nabrak sana-sini...
Terima kasih karna mempercayakan saya sebagai pendengar keluh kesah kalian.
Kejutan terbesar datang dari saudara ke-4...
Ketika kabar peringkat 1-nya sampai di telinga saya, saya sampai bingung...harus bereaksi seperti apa :p
Saudara ke-1 sampai mengecek raport-nya beberapa kali. Bukan karna kami meragukan kemampuannya, tapi...terlalu mengejutkan...
Menurut bu wi, saudara ke-4 baru bunyi gong-nya. Hehehe.
Apapun yang terjadi hari ini, baik yang menyenangkan atau menyedihkan, saya bersyukur, banyak pelajaran yang membuka mata, telinga dan hati saya.
Mengajarkan saya banyak hal.
Saya bahagia, ketika melihat mereka ber-4 saling mendukung. Si bungsu, tetap jadi pusat hiburan :) .
Ya, bahagia dan sedih, memiliki garis yang sangat tipis. Tergantung bagaimana cara kita menyikapinya.
Terima kasih Sang Hyang Widhi...
Karena memberikan kelima anak ini ke dalam kehidupan saya.
Dan memberikan suami yang bersedia mendukung segala keputusan saya tentang mereka.
Saya bukan satu2nya ibu bagi mereka, belahan jiwaku...sahabatku, kakakku, personal advicer terbaik...
Ibu Dewi...benar2 partner terbaik...
Kalian semua membuat saya banyak belajar, lebih peka, dan bersemangat...
Tiap senyuman di bibir saya, ataupun tetes air mata saya...
Memiliki arti yang sama...
Tiap omelan saya, tiap pelukan saya
Juga memiliki arti yang sama...
Bahwa saya sungguh-sungguh mencintai kalian...
It's okay if this life is never flat...
As long as all of us are holding hands one another...
Everything will be okay.
By Mahitri W

Kamis, 12 November 2015

Tentang Doa

Percayakah kamu pada kekuatan doa?
Saya percaya. Sangat percaya.
Bagi saya, doa itu semacam sarana komunikasi antara saya da Dia.
Seperti seorang anak yang berbicara kepada orangtua-nya.
Dia akan memberikan apa yang kita mau, JIKA itu memang baik untuk kita.
Sejak kecil, orangtua saya memang disiplin untuk urusan yang satu ini. Berdoa.
Bukan sekedar meminta. Tapi sebagai sarana untuk berterima kasih pada-Nya.
Perjalanan waktu juga membuat saya melihat dan merasakan begitu besar makna sebuah doa.
Tidak semua yang saya minta akan terwujud dengan mudah. Selalu ada jalan walaupun berliku, walaupun harus terjatuh dulu, untuk menemukan apa yang baik untuk kita.
Yang harus kita punya, kepercayaan pada-Nya.
Itu pula yang membuat saya merubah cara berbicara saya pada-Nya.
Tidak lagi meminta apa yang saya inginkan (karena kita tidak pernah tau, benarkah itu yang baik untuk kita?). Saya hanya mengatakan bahwa inilah yang saya inginkan...tolong, beri saya jalan jika ini memang yang terbaik untuk saya dan keluarga saya, jika tidak, tolong beri saya jalan untuk menemukan yang terbaik untuk saya, keluarga saya dan orang2 sekitar saya.
Ya...saya tidak meminta yang terbaik untu saya saja.
Apalah artinya jika saya saja memperoleh kebaikan, tapi tidak orang2 terdekat dan terkasih saya? It's useless.
Pengalaman juga mengajarkan, ketika saya meyakini untuk melakukan yang terbaik untuk orang2 yang saya kasihi, tetap berkomunikasi dengan-Nya...semua pintu seperti terbuka untuk saya.
Tidak ada yang kebetulan, jika Dia sudah berkehendak. Ya kan?
Tidak selalu mudah, tidak selalu mulus. Itu benar sekali. Kita hanya harus tetap yakin, tetap berkomunikasi dan...tetap bersyukur. Itu saja.
Tapi satu hal.
Prinsip saya sejak kecil...Ora et Labora...Berdoa dan Berusaha...itu selalu jadi pasangan abadi.
Berdoa saja, tanpa berusaha...sama saja seperti berusaha saja tanpa Berdoa.
Berdoa saja, memohon saja, tanpa melakukan sesuatu...apa yang bisa kita perbaiki?
Berdoa membuka semua pintu untuk kita menemukan jalan. Jika kita tidak bergerak, tidak jatuh, tidak mengalami kesukaran...bagaimana kita tahu, betapa berartinya kebahagiaan? Walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana.
Jatuh bangun membentuk sebuah keluarga, menjalin hubungan dengan siswa dan teman kerja, teman2 dari luar profesi, keluarga besar, membuat saya menyadari...berdoa dan berusaha harus sejalan. Itu mutlak.
Jalinan hubungan membuat saya merasakan banyak cinta, mengajarkan saya mencintai dan mengasihi, juga berbagi bahkan berkorban.
Menjaga hubungan itu, bukan hal yang mudah.
Berdoa menguatkan saya. Dengan doa, saya terkadang bisa terhubung dengan orang yang sedang membutuhkan bantuan, walaupun sekedar curhat, untuk melegakan hati. Dan doa selalu bisa menghubungkan saya langsung dengan orang yang bisa membantu saya saat membutuhkan.
Percayalah pada kekuatan Doa, percayalah pada kekuatan dirimu untuk berusaha...
:)
By Mahitri W

Sabtu, 17 Oktober 2015

Terjebak Ego

Jika menurutmu bahwa jauh lebih baik mengendarai sepeda atau naik transportasi umum untuk ke tempat kerja, tetapi kemudian kamu memandang buruk orang yang membawa mobilnya ke tmp kerja..kamu sedang terjebak ego

Jika menurutmu lebih baik berhenti menonton acara tv yang bisa merusak otakmu, tetapi kamu memandang buruk org yang melakukannya... Kamu sedang terjebak ego

Jika menurutmu lebih baik menghindari bergosip, menonton atau membaca gosip selebritis, tapi kamu memandang buruk org yang melakukannya... Kamu sedang terjebak ego

Jika menurutmu lebih baik melakukan yoga, memperdalam spiritual, menjadi vegan, berhijab, bermeditasi, menggunakan bahan daur ulang, mengkonsumsi bahan organik, membaca kitab suci, tetapi kemudian kamu memandang buruk orang yang melakukan kebalikannya... Kamu sedang terjebak ego

Jika menurutmu lebih baik memulai hidup sehat, rutin berolahraga, memulai disiplin dalam hidup, tetapi kemudian memandang buruk orang melakukan sebaliknya... Kamu sedang terjebak ego.

Waspadalah terhadap rasa "lebih baik dari mereka". Perasaan ini adalah tanda utama kamu sedang terjebak ego. Perasaan superior, menghakimi dan menyalahkan orang lain... Inilah jebakan ego.
;)
By Mahitri W

Jumat, 31 Juli 2015

Mission Impossible

Bagi saya, mission impossible itu adalah mengerjakan pekerjaan kantor di rumah pada jam kerja.
Niat awal sih mulia, daripada ngelembur di sekolah, mending juga kerja di rumah, bisa sambil ngawasin anak2, bisa sambil nyiapin masakan, bisa sambil...macam2 lah... Yang indah2 deh dalam bayangan saya. Tapi apa daya...kenyataannya, malah ƍǻ bisa fokus. Sora yang bersemangat ngeliat laptop dan printer, belum lagi dia akan sering merajuk kalau saya ada di rumah tapi ga merhatiin dia, atau saya jadi senewen sama ocehan mesha yang sering campur sari...atau cerita2 vina ttg reportase hari ini di sekolahnya.
Yang ada kerjaan ga beres, emosi malah ga beraturan.
Lalu, apa lebih baik lembur di sekolah?
Kalau masih pada jam kerja, memang lebih baik dikerjakan di sekolah...
Kalau harus sampai melewati jam kerja, saya agak keberatan.
Kalaupun saya mengambil satu hari tidak ke sekolah (tentu saja jika tak ada jadwal mengajar) saya lebih memilih untuk melewati jam kerja itu dengan bermain bersama sora, pagi harinya saya bisa menyiapkan masakan spesial buat keluarga...kemudian mendengarkan sajian campur sari mesha, dan reportase ala vina.
Lalu pekerjaannya? Ya...saya ambil lembur malam hari. Serius, dan jujur nih. Saat banyak tugas yang harus saya selesaikan, saya sering begadang atau malah tidak tidur sama sekali di malam hari.
Melelahkan? Sangat. Sudah begitu, di pagi hari terkadang aktivitas sosial harus tetap berjalan...
Tapi saya tetap memilih yang begadang ini, ketimbang harus mengorbankan waktu bersama anak-anak...
Mungkin juga ini karena saya bukanlah tipikal wanita yang sukses ber-multi tasking.
Sebagai wanita, saya dibiasakan multi tasking, hanya...saya bukanlah ahlinya :)
Jika berkaitan dengan anak2...saya tidak berusaha menjadi wanita multi tasking...
Jadi, biarlah, bekerja di rumah pada hari dan jam kerja, tetap menjadi Mission Impossible buat saya.
Dalam kasus ini, saya tidak menjadi malu karenanya...
Toh karena pekerjaan tetap saya selesaikan dengan segala resikonya.
Astungkara...

By Mahitri W

Jumat, 29 Mei 2015

No Revenge... Even it Hurts...

Hm....benarkah ada rasa seperti itu? Tak ada pembalasan dendam walau menyakitkan...
Sebelum dibahas...taukah, dan percayakah kita dengan karma?
Bagi saya, karma itu semacam hukum alam..."Apa yang kau tabur, itulah yang kau tuai" nah, that's karma.
Karma seperti juga Reinkarnasi... Ada yang percaya ada yang sangsi.
Bagi saya lagi...karma lebih nyata...walau sebenarnya, reinkarnasi dan karma, itu sejalan. Kenapa? Manusia ber-reinkarnasi untuk menjalani karma.
Tapi, saat ini, saya rasa karma tak menunggu seseorang bereinkarnasi...dia bisa datang kapan saja, di kehidupan sekarang.
Untuk karma dari hal buruk, terkadang datang dengan cara yang lebih menyakitkan...
Dia datang dan menyapa kita melalui orang yang paling kita sayang...itu dobel menyakitkan... Berhati-hatilah kawan...
Tidak percaya?
Sebagai contoh...katakanlah kita ambil sample para pesohor negeri ini. Apa sih hal yang paling menggelitik dan menggemaskan masyarakat kita? Perselingkuhan! Saya pasti betul, kan?
Lihat saja perselingkuhan yang menyebabkan guncangnya RT para pesohor kita. Setiap kali beritanya muncul di tv, duh, gemasnya minta ampun...
Rasanya seperti ingin mengelus2 si wanita ketiga itu...paling tidak dengan garpu tentunya...
Tapi apa daya, para PFBN (public figure yg berselingkuh dan menikah) itu justru tetap jumawa berseliweran di media kita. Diperlakukan bak tak ada dosa.
Kita, si penonton, makin gemas dan sibuk mengumpat...
Kawan...saya justru sering kasihan kepada mereka ini...mengapa? (terus terang suami saya pun sering heran pada pola pikir saya).
Tidak adakah yang menyadari...karma sudah dipastikan menempel pada mereka, dan akan terjadi, dengan cara yang lebih menyakitkan. Sebut saja bbrp pesohor yang PFBN itu...dan anak hasil PFBN tsb. (Terutama JIKA si wanita yang jadi korban dan tersingkir adalah wanita baik dan tak pantas diperlakukan demikian).
They're Girls!! Most of them...
Anak yang lucu, cantik, membanggakan, dan pengikat bagi mereka si PFBN.
Katakan saya jahat karena mengatakan ini... Tapi seperti yang saya katakan di atas. Karma adalah hukum alam. Silahkan tebak apa yang akan terjadi nanti... Atau, silahkan saksikan nanti :) Sialnya, posisi, uang, dan apapun yang didapat dari PFBN...tak kan bisa menahan hukum alam...
Oke sudah...terlalu mencekam untuk dibahas...
:D
Jadi begini...saya tipe orang yang percaya karma. Walaupun tingkah laku saya juga tidak baik-baik amat ya. Justru itu, makanya saya percaya, ​ƗƗɐƗƗɐƗƗɐ"̮ ƗƗɐƗƗɐƗƗɐ"̮
Lah...dari beberapa kali menjahili orang, hal serupa menimpa saya juga, gimana bisa tidak percaya?
Karena itu, jika hal serius dan menyakitkan terjadi, saya cenderung diam...
Karena saya baik hati dan berbudi pekerti luhur?
Naaaah, 'coz I'm too lazy to take revenge... (Mengutip dari pic.di atas...)
Saya tidak baik-baik amat kan? Saya sedang menunggu hal yang sama (atau lebih) akan terjadi padanya...
I feel like I'm the real devil...
Lebih tepatnya, ya karena saya orang yang malas melakukan sesuatu yang memicu adrenalin terlalu kuat.
Biarkan alam bekerja.
Titik.
Lalu bagaimana jika hidup orang ybs tetap aman terkendali bahagia kaya dan bikin sirik?
Ya sudahlah...anggap saja itu berarti karma dia sangat baik, sehingga dia jadi seperti itu.
Laaaah...apa kabar sakit hati kita?
Kawan, jangan terlalu diambil hati, coba lihat ke belakang...mungkin saja itu terjadi karena apa yang pernah kita lakukan, secara sadar atau tidak. Sehingga karma sedang menyapa. Dan dia sebagai pembawa karma.
Ha!
Tulisan bikin bete? ​ƗƗɐƗƗɐƗƗɐ"̮ ƗƗɐƗƗɐƗƗɐ"̮
Itulah karma...
Hukum alam...tak ada yang bisa menolaknya :)
Jadi...jalani hidup, berkawanlah dan percayalah pada alam dan Sang Pencipta...
Ini bukan nasihat untuk orang lain, tapi lebih kepada diri sendiri.
Terlalu banyak hal yang membuat hati saya bergejolak penuh amarah dan rasa penasaran. Jadi saya benar-benar perlu memahami hukum alam, dan lebih mempercayai-Nya...
:)
By Mahitri W

Selasa, 26 Mei 2015

Filosofi Sepatu...

Pasangan terbaik itu semestinya bagaikan sepasang "SEPATU"...

1. Bentuknya tak persis sama, namun serasi
2. Saat berjalan tak pernah kompak, tapi tujuannya sama
3. Tak pernah ganti posisi, namun saling melengkapi
4. Selalu sederajat, tak ada yang lebih rendah ataupun yang lebih tinggi
5. Bila yang satu hilang, yang lain tak akan memiliki arti

"SEPATU": SEjalan samPAi TUa..
By Mahitri W Picture by : Facebook Clarks Shoes Indonesia

Sabtu, 23 Mei 2015

Melangkah Diatas Awan...

Ketika diri sedang berada diatas angin...
Ketika mampu melangkah diatas awan...
Ketika segala hal bukan lagi berada di tangan takdir, melainkan di genggaman kita...
Tak banyak yang mampu berpikir secara manusiawi...
Tak banyak yang mampu mengingat betapa indahnya berbagi
Tak banyak yang bisa mengingat, indahnya saat kaki berpijak di bumi
Hanya bisa melihat aku dan aku
Hanya bisa mengingat sakitnya saat di bumi
Hanya mau menikmati kenikmatan diatas awan
Waktunya menunjukkan bagaimana takdirmu kutentukan
Waktunya membalas rasa sakit
Waktunya memuaskan ke-akuanku
Adakah yang mampu bertahan membumi saat kaki melangkah diatas awan?
Saatnya bersyukur atas kasih-Nya...
Kasih dalam bentuk anugerah, pun dalam bentuk rasa sakit...
Si pembawa anugerah, dan si pembawa derita...adalah takdir yang harus ditemui oleh setiap makhluk-Nya
Saatnya menyadari indahnya berbagi, indahnya mengasihi, indahnya kebersamaan
Walau diikuti dengan pengorbanan
Saat kaki melangkah diatas awan, materi adalah kendalinya
Saat berbagi dan mengasihi, materi adalah bentuk nyata yang seringkali dikorbankan...
Mungkinkah itu yang membuat seseorang tak mampu mengendalikan gejolak nafsu saat diatas awan...
Tuhan tidak tidur...
Bahkan beliau memberikan cobaan dalam bentuk kenikmatan, bukan hanya derita...
Jadi, siapkah kita saat memperoleh kesempatan untuk melangkah diatas awan?

By Mahitri W

Jumat, 15 Mei 2015

Yang Terlihat vs Yang Tersirat

A lovely little girl was holding two apples with both hands.

Her mum came in and softly asked her little daughter with a smile:
"My sweetie, could you give your mum one of your two apples"?

The girl looked up at her mum for some seconds, then she suddenly took a quick bite on one apple, and then quickly on the other!

The mum felt the smile on her face freeze, she tried hard not to reveal her disappointment!
Then, the little girl handed one of her bitten apples to her mum,and said:

"Mummy, here you are, this is the sweeter one!!

No matter who you are, how experienced you are, and how knowledgeable you think you are, always delay judgement.

Give others the privilege to explain themselves.

What you see may not be the reality.
By Mahitri W

Rabu, 13 Mei 2015

Kamilah Generasi Bahagia Itu...

Generasi kelahiran 60-70an,
INILAH GENERASI BAHAGIA ITU

Kami adalah generasi terakhir yang masih bermain di halaman rumah, lapangan bola dan di jalan-jalan. Kami berlari dan bersembunyi penuh canda-tawa dan persahabatan. Main Galasin, Yoyo, Petak Umpet, Boy-boy an, Beteng, Lompat tali, Masak-masakan pakai seng, Ular naga, mengejar layangan, bermain putren, balapan ban bekas, nonton karnaval 17 agustusan. Duduk semeja bermain Monopoli, Halma, Biji Sawo, Karet Gelang dan Ular Tangga dengan ceria.

Kami generasi yang ngantri di wartel dari jam 5 pagi, berkirim surat dan mencairkan resi di kantor pos ketika lebaran. Tiap sore kami menunggu cerita radio Brama Kumbara, berkirim salam lewat penyiar radio. Kamilah generasi yang SD nya merasakan papan tulis berwarna hitam, masih pakai sabak dan doos gerip, masih pakai pensil dan rautan yang ada kaca di salah satunya. Kamilah generasi yg SMP dan SMA nya masih pakai papam tulis hitam dan kapur putih. Generasi yang meja sekolahnya penuh dengan coretan kejujuran kami melalui tulisan Tipe-X putih, generasi yang sering mencuri pandang teman sekolah yang kita naksir, kirim salam buat dia lewat temannya dan menyelipkan surat cinta di laci mejanya.

Kami adalah generasi yang merasakan awal mula teknologi gadget komunikasi seperti pager, Komputer Pentium jangkrik 486 dan betapa canggihnya Pentium 1 66Mhz. Kami generasi yang sangat bangga kalau memegang Disket kapasitas 1.44Mb dan paham sedikit perintah Dos dengan mengetik copy, del, md, dir/w/p. Kami adalah generasi yang memakai MIRC untuk chatting dan Searching memakai Yahoo. Generasi bahagia yang pertama mengenal Nintendo, Game Bot dengan menyewa pada bapak tua di pinggir lapangan dekat sekolah kami.

Generasi kamilah yang merekam lagu dari siaran radio ke pita kaset tape, yang menulis lirik dengan cara play-pause-rewind, generasi penikmat awal Walkman dan mengenal apa itu Laserdisc, VHS. Kamilah generasi layar tancap Misbar yang merupakan cikal bakal bioskop Twenty One.

Kami tumbuh diantara para legenda dunia Queen, Beatles, Rinto Harahap dan pelantun Isabella Amy Search. Tumbuh dengan ketrampilan bikin kemoceng, lampion kertas dan kincir angin bambu yang ditarik dengan tali. Kami generasi bersepatu Reebook, Warior dan rela nyeker berangkat sekolah tanpa sepatu kalau sedang hujan. Cupu tapi bukan Madesu.

Kami adalah generasi yang bebas, bebas bermotor tanpa helm, bebas dari sakit leher gegara kebanyakan melihat ponsel, bebas manjat tembok stadion, bebas manggil teman sekolah dengan nama bapaknya. Bebas bertanggung jawab.

Dan yang terpenting…..

Kami hafal Pancasila, Nyanyian Indonesia Raya, Teks proklamasi, Sumpah Pemuda, Nama-nama para Menteri dan Dasadharma Pramuka.

*Melly Kiong ~ Emkaland*
www.emkaland.blogspot.com
By Mahitri W

Senin, 04 Mei 2015

Bertahan dan Menyesuaikan

'Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung'
Pepatah ini sudah sering kita dengar sejak jaman SD dan sampai kapanpun, sering jadi ungkapan dalam banyak kesempatan.
Dimanapun kita berada, maka kita harus mengikuti aturan yang berlaku di tempat tersebut. Tentu saja, yang namanya aturan, akan diikuti dengan sanksi jika ada pelanggaran.
Saat kita (akan) memasuki suatu lingkungan baru, entah itu untuk sementara waktu, ataupun untuk jangka waktu panjang, sudah pasti kita harus tau betul aturan main di tempat tersebut. Tahu dan mengikuti, pastinya.
Memasuki suatu tempat yang baru, memang bukan hal mudah. Tidak mungkin juga penyesuaian akan terjadi hanya dalam beberapa waktu saja. Di awal, bagi beberapa orang, mungkin akan (terasa) mudah. Tapi, seiring berjalannya waktu, mungkin akan ditemui berbagai perbedaan atau ketidaknyamanan dalam berbagai hal. Atau ada juga yang sejak awal sudah sulit melakukan penyesuaian.
Pertanyaan tak terungkap seperti "kok begini sih?", "aduh, gimana ini?", "wah saya harus bagaimana?" Belum lagi jalur 'birokrasi' di setiap tempat, tidaklah sama. Bisa dipastikan akan membuat sedikit (atau banyak) frustrasi.
Apalagi, bagi yang sebelumnya sudah merasa berada pada Zona Nyaman. Nah, selamat memijit kepala :)
Haruskah terjebak pada zona ribet ini? Jangan dong... Yang namanya manusia, harus selalu siap dengan perubahan.
Caranya? Pertama, kita harus paham 'aturan main' di setiap tempat. Korek informasi ini dari berbagai pihak. Mencari tau dengan cara yang cerdas tentunya. Contohnya lewat acara ngobrol ngalor ngidul. Buatlah obrolan ringan tapi mengena dengan berbagai kelompok. Dari situ, kita bs mengambil kesimpulan atas aturan tak tertulis yang berlaku di tempat tsb.
Kedua, nguping cerdas. Nggak apa nguping obrolan orang, asalkan...dengan cerdas ya. Pura2 sibuk, fokus dengan kerjaan. Cari tau apa yang umumnya jadi 'masalah' bagi kebanyakan orang di sana. Jangan berkomentar atau nyeletuk. Itu tak cerdas, itu nyari masalah namanya. Apalagii...sok memberi info pada orang yang sedang jadi topik. Wah...selamat jadi anak tiri deh.
Berikutnya, berteman cerdas. Artinya, carilah teman sebanyak mungkin. Jangan langsung mengelompokkan diri pada satu kelompok. Bersikaplah netral. Jangan jadi ember. Jangan terlibat pada gosip. Jangan menjadi kompor. Please...kita sedang penyesuaian disini. Be smart!
Ikuti alur kerja orang sekitar kita. Jika cenderung kerja cepat, maka bergeraklah. Jika santai tapi cermat, berlatihlah, jika cenderung malas...hmmm, jangan diikuti, tapi jangan pula terlihat sok rajin. Be smart. Bekerjalah cermat tapi tak terlihat membentengi diri dari pergaulan.
Selanjutnya? Ya tergantung situasi juga ya. Banyak aturan main yang bs kita terapkan.
Yang terpenting...ingat pepatah di awal tulisan ini, dan jangan lupa...kita berada di suatu tempat, pasti ada alasannya. Yang membuat penempatan memang manusia. Tapi, semua bisa terjadi juga atas kehendak-Nya. Percayakan saja pada-Nya. Jalani dengan kesungguhan, dan keikhlasan.
Tips2 saya diatas juga bisa diterapkan...
Astungkara, kita bisa bertahan.
Jadilah seperti bunglon yang bisa menyesuaikan diri dimana saja, tapi jangan pula jadi bunglon yang bermakna tidak punya jati diri, terlalu mudah berubah.
Lalu? Ya, ambillah sisi positif dari bunglon :)
Selalu berfikir positif ya...maka itu akan sangat membantu ;)
By Mahitri W

Jumat, 01 Mei 2015

Berdamai dengan Naruto...

Dalam setiap ketidakbaikan, pasti ada manfaat positif di dalamnya...
Saya setuju dengan ungkapan (karya saya loh...) yang bijak (ngarep) tersebut...
Contohnya saja, sejak dulu saya memang tidak membebaskan anak2 saya nonton film karrtun yang ada unsur kekerasan. Salah satu contoh film-nya, ya Naruto itu.
Walaupun anak2 saya sering menontonnya, saya juga tidak lelah memberikan penjelasan tentang perbedaan antara film (apalagi kartun) dan dunia nyata.
Tetapi, sejak hampir sebulan terakhir ini, saya memberikan izin kepada kedua putri/putra saya untuk menonton serial 'tak jelas' ini.
Bentuk inkonsistensi? Hm...tidak juga..karena, saya menetapkan
SKB (syarat dan ketentuan berlaku).
Mengingat, durasi serial ini adalah 2 jam!! Mungkin durasi-nya ini yang perlu direvisi oleh stasiun tv yang bersangkutan...
Oke, kembali kepada SKB...
Jadi, mereka boleh menonton selama 2 jam, dengan catatan, sebelum itu, paling tidak mereka sudah sempat belajar selama 2 jam. Waktunya? Silahkan diatur. PR, persiapan buku, dan latihan soal harus selesai sebelum pk.18.00 wita.
Melatih mereka bertanggung jawab...
Bonus manfaat?
Nah, ini yang membuat saya memberikan izin (walaupun SKB). Semenjak rutin menonton serial ini, hal positif yang terlihat nyata adalah, Vina dan Mesa menjadi semakin akur. Kalau biasanya ada saja waktu untuk bertengkar...belakangan ini, pertengkaran itu makin langka.
Di waktu senggang, mereka akan tertawa bersama mengingat kelucuan pemeran serial ybs, saat menonton, mereka juga tertawa bersama dan saat iklan, banyak hal di luar serial tsb yang mereka bahas. Maklum, saat menonton, bawaan mereka bukan camilan. Kadang Atlas, kadang majalah anak2 yang baru terbit. Jadi saat iklan, mereka akan membahas apa yang mereka bawa itu.
Satu lagi, karena keduanya harus sudah membereskan keperluan sekolah dan kegiatan makan malam, saling membantu justru tercipta diantara mereka.
Misalnya, jika saya sedang sibuk dengan si bungsu, maka vina akan segera mempersiapkan makan malam untuk dirinya sendiri, ditambah mesha. Atau kalau si kakak terlihat sibuk, maka dengan spontan, mesha-lah yang akan membereskan tugas2 kakaknya yang bisa dia kerjakan. Termasuk, saat mendampingi mereka menonton, secara tidak langsung yang menjaga Sora menjadi 3 orang, hehehe. Sora dan mama hepi, kakak2 pun hepiii.
Nah, kan...jika dulu saya melarang habis2an mereka menonton, justru mereka sering bete dan saya terlihat sebagai 'jawara'-nya ngomel.
Saat ini, menonton dengan SKB, justru menghasilkan sesuatu yang positif :)
Saya bahagia dengan perubahan ini. Yah...dan sadar juga, bahwa tidak selalu, hal yang kita anggap tidak baik, adalah murni ketidakbaikan. Pasti ada manfaatnya (walaupun sedikit), tergantung cara kita memandang dan menyikapi-nya.
Tak lupa juga...mendampingi mereka saat menonton, adalah suatu keharusan ya moms...
Hanya saja, lampu merah tetap saya berlakukan untuk sinetron-sinetron yang berseliweran di tv swasta. Untungnya lagi...anak2 saya tidak tertarik juga dengan jenis tontonan yang satu ini #fiuuuh.
Sebagai bentuk sportifitas, dengan rendah hati, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada serial Naruto, karena berhasil menumbuhkan kekompakan dan toleransi antara Vina dan Mesha.
Tak lupa, sebagai seorang mama, saya hanya ingin menitipkan pesan:
"Naruto, Sasuke...sudahilah perselisihan kalian...kasihan anak2 yang menjadi penonton setia kalian disuguhi perkelahian kalian dalam waktu panjang..."
Berdamailah...
:p
By Mahitri W

Kamis, 30 April 2015

Matang Dengan Indah

Tulisan ini, dengan melihat judulnya, bukanlah membahas buah, tape, ataupun jerawat. Tak mudah memilih kata yang tepat untuk judul kali ini. Awalnya, di pikiran saya, judulnya adalah Menua dengan Indah. Tapi terdengar ekstrim walaupun Menua mungkin lebih tepat dibanding Matang. Setelah dipikir-pikir...Matang terdengar lebih sopan :) mengingat ini bahasan sensitif, hehehe...
Yup, ini tentang usia. Tentang bertambahnya usia. Pertambahan usia, tentu diikuti dengan berbagai perubahan fisik dalam diri kita. Seharusnya dengan perubahan mental juga ya...
Tapi, ya itu tadi, saya tidak membahas tentang tingkat kedewasaan mental, saya lebih memilih membahas perubahan secara fisik. Kenapa? Ini hal yang serius loh, bagi sebagian besar (99%) wanita. Well, begitupun bagi pria, hanya saja, pria tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang "siaga 1" ;)
Menjadi semakin matang, kadangkala menjadi momok bagi sebagian orang. Banyak kan yang tidak mengakui usianya secara jujur. Lihat saja di tv, tidak semua artis mau mengakui usia-nya. Padahal, perawatan tentu saja maksimal. Yang kulitnya mulus kenceng aja ragu mengakui apakabar yang tanpa perawatan?
Itu bagi yang mengatakan pertambahan usia (kita katakan saja, Menua, tak sopan, tapi fakta) adalah hal yang tabu.
Bagi sebagian orang lagi, menua bukanlah mimpi buruk. Bertambah usia, patutnya disyukuri. Menua adalah sesuatu yang alami. Berkerut, uban, perubahan fisik, adalah sesuatu yang 'human'. Hal yang bisa diakali. Perawatan, mulai dari yang sederhana dan ala rumahan (yang penting konsisten) bagi yang dananya pas-pasan sampai yang kelas atas. Ditambah olahraga...
Sadarkah kita, menua menjadikan kita spesial. Banyak hal yang dimaklumi atas usia plus kita. Melupakan sesuatu? Ahya, pasti faktor U nih. Berbicara kasar pada orang dewasa? Big No! Ada sederet tugas menunggu? Berilah yang muda kesempatan untuk menunjukkan kemampuan! See? Banyak benefit. Versi orang yang suka ngeles (macam saya) tentunya :D
Menua dengan sehat? Pastinya yang kita mau. Tidak hanya mencari benefit seperti diatas, menua seharusnya menyadarkan kita untuk semakin menjalankan pola hidup yang sehat. Walaupun sebaiknya disadari sejak muda (peringatan pada diri sendiri).
Takut dengan perubahan fisik? Olahraga, donk...bergerak, beraktivitas normal. Kesehatan makin rentan, ya pola makan diatur. Katakanlah diet. Perawatan kulit lebih intens. Tak perlu yang aneh2. Yang terpenting, tetap ingat membersihkan wajah, gunakan krim pagi dan malam, maskeran, ya semacam itulah. Catatan penting untuk saya pribadi: olahraga dan diet sehat!
Menua juga membuat saya melakukan banyak perubahan. Saya tidak takut dikatakan 'dewasa', pun tidak menyembunyikan usia, mengingat, sebagai PNS tidak mungkin menyembunyikan umur...terpampang jelas di NIP :p
Tidak pula membuat saya berusaha dikatakan muda, atau menjadikan saya sok muda. Saya tidak memaksakan kemudaan lewat busana :). Memilih busana yang membuat kita terlihat anggun, saya rasa pilihan yang bagus. Membuat kita lebih dihargai kan? Tentu diikuti perilaku sadar usia.
Khawatir akan kerut dan uban? Wajar...tapi sesuatu yang tidak bisa dihindari. Tidak membuat saya histeris, sih...dijalanin saja. Melakukan perawatn pun, semampu saya, tidak berlebihan. Sesuai budget.
Menua ataupun Matang dengan Indah...menjadi pilihan saya. Lihatlah 4 wanita cantik di gambar...(Saya termasuk loh, hehe). Ke-4nya saat berfoto, usianya sudah 30+. Bahkan mbak ve sudah kepala 4, mbak Indah dan mbak Mening akhir 30. Mereka terlihat tetap menarik. Bersahaja, cerdas, dengan perilaku yang sangat menyenangkan. Saya ingin menjadi seperti mereka :). Membuat saya tidak takut menua. Banyak lagi orang disekitar saya yang menarik di usia-nya yang semakin dewasa.
Nah, menua, matang, semakin dewasa, atau istilah lainnya...bukanlah sesuatu yang harus disikapi 'siaga1'. Banyak hal penting lainnya disekitar kita yang bisa diperhatikan. Menjadi berarti bagi orang-orang sekitar kita, dengan melakukan sesuatu. Menjadi bernilai bagi sesama...itu yang terpenting :)
By Mahitri W

Senin, 23 Maret 2015

Ketika Profesi Dilecehkan

Di masa sekarang ini, saya sangat bangga ketika banyak orang mulai belajar menghargai profesi orang lain, apapun bentuk profesi itu. Bahkan, banyak sebutan yang terdengar santun bagi banyak profesi yang dulunya sering dipandang remeh. Contohnya, kita dulu mengenal kata 'pembantu' untuk orang yang begitu meringankan tugas2 RT kita, saat ini, terdengar lebih santun dengan kata Asisten Rumah Tangga, atau terkadang malah disebut mitra kerja RT. Selain lebih santun, kata mitra kerja, terdengar lebih pas, bukan? Contoh lain, pelayan restoran, sekarang jadi lebih manis dengan terbiasanya kita menggunakan kata pramusaji.
Dan masih banyak hal lainnya.
Ohya, selain mempermanis pelafalan, belakangan ini, secara nyata juga banyak orang berusaha menunjukkan apresiasi-nya terhadap banyak profesi yang dianggap remeh (dulunya).
Dalam arti, lebih hati2 ketika membicarakan profesi tersebut, bersikap lebih hormat, dan tidak melecehkan secara verbal pula.
Secara pribadi, saya suka dengan kemajuan yang positif ini. Bagaimana tidak, sekarang ini banyak yang sudah menyadari betapa pentingnya asisten RT, petugas kebersihan, cleaning service, office boy, supir dll. Kita semua adalah sama2 pekerja. Apapun bentuk profesi kita.
Tetapi, ketika kita berbicara tentang profesi yang...katakanlah sedikit lebih bagus, secara tidak sadar, kita seringkali menganggap pekerjaan kita jauh lebih penting dibanding pekerjaan (profesi) lainnya.
Contoh, pernah tidak kita mendengar (atau malah kita sendiri yang mengatakannya) "jadi pns itu, enak, ga ada kerjaan, nongkrong santai di kantor, terima gaji buta" atau bentuk kalimat perkiraan lainnya.
Itu bentuk pelecehan lo...
Yang artinya kita sedang meremehkan suatu profesi, walaupun ada yang seperti itu, tapi penggunaan kata tanpa menyebut kata 'oknum' sama artinya, kita menuding semua, secara keseluruhan.
Contoh lain, "wih, enak jadi dokter, pegang sana-pegang sini, kasi obat, dapet duit, gampang bener ya..."
Wah, wah...apa kabar sekolah kedokteran yang panjang itu? Dan berbagai resiko dari profesi dokter itu?
Saya pribadi, sebagai guru, sangat sering mendapat tudingan langsung ke arah saya, tentang betapa mudahnya menjadi guru.
"Jadi guru tuh enak, udah gajinya besar, kerjaannya gampang"
"Apa sih susahnya, cuma ngulang2 ngomongin pelajaran yang sama dari tahun ke tahun?"
"Gampang ya jadi guru, habis ngajar, santai, nggak mikir apa2"
Oke...kita review dari awal...
Pada kata 'gaji besar' mungkin maksudnya adalah isu tunjangan sertifikasi itu ya...faktanya, belum (bahkan tidak) semua guru merasakan itu. Sekalipun sudah mendapat sertifikat pendidik, belum tentu bisa secara otomatis memperoleh tunjangan ya...banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Dan percayalah...70% guru kesulitan memperolehnya.
Kata 'ngulang2 pelajaran'...katakanlah ini benar, dimana seorang guru pasti memegang mata pelajaran yang sama setiap tahunnya. Tetapi, dengan perkembangan jaman sekarang ini, seorang guru harus minimal selangkah lebih maju dibanding siswanya...update berita, wajib hukumnya.
Cuap2 di depan siswa juga ada seninya. Modal berkoar, tanpa diikuti seni dan teknik manajemen kelas, dijamin siswa akan tidur, atau tidak mengerti apa yang kita bicarakan. Tidak semua akan tetap tegar berdiri di hadapan puluhan pasang mata, yang kesemuanya fokus hanya pada kita seorang. Bayangkan jika saat itu seorang guru sedang galau, sedang ada masalah, sedang tidak fit...tetapi harus tetap fokus dan berbagi cuap-an dengan siswa...
Tak peduli ada masalah apapun, jangan sampai terlihat oleh siswa...
Terlihat santai, memang ya...hanya, apakah ada yang tahu, setelah membuat tes, ada rangkaian penilaian yang harus dijalankan, analisis soal, pengayaan dan remidi.
Apa kabar dengan penilaian kinerja, rangkaian jurnal, oka anyar, penilaian kepribadian siswa, belum jika menghadapi siswa yang sedang galau, tugas sebagai wali kelas, dan lainnya.
Saya sendiri, jika mengajar, tidak mau hanya mengandalkan bku paket, pasti akan browsing untuk tambahan materi dan mencari berita tebaru berkaitan dengan materi.
Tujuannya supaya tak ada kesempatan bagi siswa saya untuk tidur...
Tetapi, namanya pekerjaan, pasti akan ada saja yang tanpa sadar telah melecehkannya.
Saya juga tidak berusaha menjelaskan kepada siapapun uang menganggap remeh profesi saya ini.
Bagi saya, penilaian orang tidaklah penting. Ini antara saya, rekan kerja, siswa yang saya layani, dan atasan saya.
Dan, karena tau bagaimana rasanya dipandang remeh profesinya, saya tidak mau ikut serta jika ada yang merendahkan profesi lainnya.
Saya tidak memandang jadi perawat, pegawai kelurahan, pegawai pemda, dokter, kepala sekolah, kepala negara, pengacara, dll, itu amat gampang.
Jika saya di posisi itu, mungkin saya tidak akan sanggup.
Saya belajar menghargai profesi lainnya, justru ketika profesi saya dipandang remeh.
Walaupun saya akui, oknum yang tidak bertanggung jawab selalu ada...yang membuat profesi tersebut, secara keseluruhan terlihat buruk.
Jadi, ada baiknya, kita menghargai semua profesi sama seperti ketika kita ingin dihargai.
Bukan hanya profesi yang secara official diakui. Juga profesi tak mudah lainnya, ehm, tepatnya pilihan 'profesi' istimewa...yaitu ibu RT.
Amat sangat pantang untuk direndahkan...
Satu lagi, mengkritik atasan kita, itu suatu kewajaran, apalagi jiga atasan sedang khilaf (atau selalu khilaf).
Tapi sangat tidak etis, ketika kita mengolok2nya secara fisik. Bagaimanapun, beliaulah sang pimpinan. Atau bahkan seorang kepala negara.
Intinya, belajarlah mengendalikan pikiran negatif atas diri orang lain, karena dari pikiran, akan menjadi perkataan dan perbuatan...
:)
Semua profesi itu penting, dan memiliki tingkat kemudahan dan kesulitannya masing-masing...
By Mahitri W

Senin, 23 Februari 2015

Bersahabat dengan Emosi

Hari ini, seperti beberapa hari lainnya yang sudah lewat. Adanya beberapa tugas tambahan di sekolah, kegiatan mengajar, persiapan perangkat, bahan ajar, menjawab soal ujian pemantapan...menyenangkan, tapi ternyata menguras tenaga dan pikiran.
Sampai di rumah, waktuna bersenang-senang dengan baby sora, mendengar cerita2 ajaib mesha, dan berbagi pikiran dengan vina. Ohya, menjadi partner papa agus juga..seru, tapi lagi2...juga menguras energi.
Saat sedang dalam kondisi energi menurun, saat itulah emosi semakin meningkat...
Bawaannya pengen ngomel, jadi lebih sering mengkritik, dan tanduk mulai bermunculan...
Saatnya pengendalian...
Saya tidak berusaha menekan emosi...makin keras ditekan...malah bisa meledak. Ya toh? :D
Paling banter, berusaha mengendalikan.
Emosi (marah) itu manusiawi, asalkan wajar...kalo berlebihan, jadi sesal nantinya...
Caranya? Yaaa tergantung cara kita masing2...
Saya lebih memilih diam dulu, menarik nafas, atau bentuk pengendalian lainnya. Klise, tapi selalu berhasil.
Saat kita sedang marah tanpa berapi-api... Marah dengan suara terkendali...saat itu kita lebih didengarkan...
Anak-anak...tidak pernah tidak melakukan kesalahan (meleset kalau kata saya).
Nasi yang tumpah, barang2 yang tidak pada tempatnya, menunda-nunda sesuatu, jahil pada saudara, berantem kecil, dan segala hal remeh lainnya.
Thank's God saya bisa merasakan kesalahan itu terjadi...
Artinya...terimakasih, mereka ada di hidup saya, walaupun terjadi "kerusuhan" bayangkan jika Tuhan tidak menitipkan mereka pada saya...:) intinya bersyukur...
Selalu bersyukur pada-Nya...
Tadi, puncaknya adalah, saat sora jatuh di undagan...tidak parah memang, tapi nangisnya tetep heboh.
Saat itu ada kedua kakaknya disana.
Saya sedang membereskan perabot di belakang...
Kaget, tentu...tapi saya tidak langsung mengeluarkan kata2 atau bahkan teriakan pada kakak2nya.
Saya angkat sora, memeluknya, dan menenangkan dia. Hanya perlu kurang dari 1 menit hingga sora tenang kembali.
Bayangkan jika saya berteriak pada kakaknya...tangisannya mungkin malah akan lebih heboh.
Justru, kedua kakaknya merasa salah, karena ternyata mereka sempat lalai.
Senangnya saat kami berpelukan...omelan saya keluar, tidak ekstrim, tapi khas mama mahitri...
Saat itu mereka hanya nyengir... Tapi kemudian jadi makin waspada.
The power of hug, the power of love.
Tidak mudah menjadi orangtua, plus pekerja, plus menantu plus anak plus warga masyarakat.
Tapi, itulah hidup, bersyukur masih bisa menikmati semuanya...
Jangan menekan emosi...nanti jadi kayak kentut, makin pelan suaranya, makin bau dia.
Bersahabatlah dengan emosi...
Bersyukurlah atas segalanya...

By Mahitri W

Minggu, 22 Februari 2015

Bumbu Cinta ala Mama

Memasak untuk keluarga itu...susah2 gampang, menyenangkan sekaligus membetekan (bahasa apa ini??). Sudah kita yang mengeluarkan uang, memasak di dapur, tapi seringkali dikritik dengan sangat pedas...hehehe...
Buat saya sih, itu jadi semacam tantangan.
Duluuuu di awal pernikahan, saya suka iba melihat suami saya kalo mencicipi masakan saya. Ekspresinya sulit digambarkan dengan kata2. Lebih bagus dengan doa :p
Tapiii, saya bangga jika dia memuji cara2 saya menyiapkan segala sesuatu untuk anak2.
Dia juga yang membuat saya tidak pernah menyerah belajar menyiapkan masakan dengan benar :) *makasi pa*
Belajar dari mama rai, itu yang paling benar :)
Setelah anak2 makin besar, semangat saya untuk memasak sendiri, makin tinggi. Tujuan utama sih, menyiapkan makanan sehat buat mereka.
Selain tentunya lebih hemat :D
Saat ini, suami dan anak2 saya sudah terbiasa dengan masakan saya. Vina selalu bangga membawa bekal masakan mama ke sekolah. Mesha suka juga sih, hanya saja, dari 3 kotak makan yang pernah dia bawa k skolah...4 sudah hilang...well, yang satu kotak makan dari mama daje..
Saya sendiri sudah tau, apa saja masakan kesukaan dari setiap anggota keluarga, dan cara penyajiannya...
Merepotkan memang, tapi, melihat kepuasan mreka...itu tidak tergantikan.
Seringkali, vina dan mesha berkomentar "mama itu masakannya pake bumbu cinta, makanya kita sukaaa"
Bahkan suami saya lebih memilih makan di rumah, sekalipun sedang aktivitas di luar (ini kemungkinan lebih ke arah penghematan, ya...bukannya efek bumbu cinta :D)
Piss yooo pa...
Hmmm, setiap kali saya disebut menggunakan bumbu cinta (note: bukan msg ya...no msg lah), saya jadi berpikir...
"Cinta sebesar apa yang mama daje (mama saya aka nenen aka mama rai) pakai untuk masakan beliau, sampai2 anak2nya, semua menantu, ipar dari anak2nya, suami/istri dari para ipar, keponakan2nya plus suami/istri mereka, semua cucu-nya, begitu mengidolakan masakan mama"
Bener loh...sampai kami (saya dan vina) punya aturan, kalau sedang diet, selain aturan diet standar yang harus dijalani, aturan paling utama adalah...tidak mengunjungi rumah nenen sampai tercapai bb ideal :D
Apapun yang tersaji di rumah mama, pastilah lezat, dan mengundang selera.
Sekalipun itu hanya telor kukus, ataupun sarden kalengan...
Indikator utama? Mesha...
Ni anak susah banget makannya...tapi di rumah mama (nenen), kuli aja kalah banyak makannya...
Masih tidak percaya? Yuk berkunjung ke rumah mama saya...
Maka anda juga pasti akan mempertanyakan...bumbu cinta sebanyak apa yang beliau gunakan???
*love u so much mama rai*

By Mahitri W

Jumat, 09 Januari 2015

Tentang Memberi

Ketika memberi, apa yang terpikir oleh kita?
Kewajiban, karena keharusan, karena mempunyai lebih, karena bisa, untuk karma baik, atau apa?
Entahlah...saya sendiri tidak yakin yang mana jawaban saya, atau malah tidak ada...
Tetapi proverb Υαηҩ tertuang di gambar diatas...mungkin benar-benar menggambarkan pikiran saya, yg awalnya tidak bisa saya jelaskan dengan kata-kata.
Entah kenapa, saya mudah tersentuh, saya setuju kalau bada yang mengatakan itu kelemahan saya.
Terlalu mudah memberi tidak bisa saya katakan benar juga.
Saya hanya tidak tega melihat orang lain (lebih spesifik: keluarga dan orang terdekat saya) kesusahan.
Di pikiran saya, yang saya dapatkan juga dari beberapa ajaran agama, bahwa dalam rejeki yang kita dapatkan ada hak orang yg kurang mampu juga di dalamnya, atau bahwa dengan memberi artinya kita juga sedang bersyukur pada-Nya, atau kewajiban me-punia kepada sesama dan pada-Nya.
Entahlah...semua seperti berputar di kepala saya.
Tidak perlu mengharapkan balasan, karena Tuhan sudah mengaturnya.
Memberi bukan karena saya orang baik...tapi justru karena saya sadar, saya penuh dengan dosa, karna itu
Saya ingin belajar jadi orang baik.
Dan ketika saya melihat proverb diatas...
Saya sadar sesuatu...
Memberi itu bukan karena sok kaya, sok baik, merasa berlebiih, ingin dipuji, atau apapun...
Tapi...
Memberi itu bukan karena merasa memiliki lebih, tapi lebih karena saya tau bagaimana rasanya berada dalam posisi tidak mampu...
Tapi penilaian manusia...kadang bisa berbeda. Jangan khawatir, ketika kita memberi dengan ikhlas tanpa perlu publikasi, maka itu adalah urusan antara kita dan Yang Kuasa :)
Om Svaha...
By Mahitri W

Selasa, 06 Januari 2015

Do your best...

People are illogical, unreasonable, and self-centered.
Love them anyway.

If you do good, people will accuse you of selfish ulterior motives.
Do good anyway.

If you are successful, you will win false friends and true enemies.
Succeed anyway.

The good you do today will be forgotten tomorrow.
Do good anyway.

Honesty and frankness make you vulnerable.
Be honest and frank anyway.

The biggest men and women with the biggest ideas can be shot down by the smallest men and women with the smallest minds.
Think big anyway.

People favor underdogs but follow only top dogs.
Fight for a few underdogs anyway.

What you spend years building may be destroyed overnight.
Build anyway.

People really need help but may attack you if you do help them.
Help people anyway.

Give the world the best you have and you'll get kicked in the teeth.
Give the world the best you have anyway.

~ The Paradoxical Commandments by Dr. Kent M. Keith ~

By Mahitri W