Senin, 23 Maret 2015

Ketika Profesi Dilecehkan

Di masa sekarang ini, saya sangat bangga ketika banyak orang mulai belajar menghargai profesi orang lain, apapun bentuk profesi itu. Bahkan, banyak sebutan yang terdengar santun bagi banyak profesi yang dulunya sering dipandang remeh. Contohnya, kita dulu mengenal kata 'pembantu' untuk orang yang begitu meringankan tugas2 RT kita, saat ini, terdengar lebih santun dengan kata Asisten Rumah Tangga, atau terkadang malah disebut mitra kerja RT. Selain lebih santun, kata mitra kerja, terdengar lebih pas, bukan? Contoh lain, pelayan restoran, sekarang jadi lebih manis dengan terbiasanya kita menggunakan kata pramusaji.
Dan masih banyak hal lainnya.
Ohya, selain mempermanis pelafalan, belakangan ini, secara nyata juga banyak orang berusaha menunjukkan apresiasi-nya terhadap banyak profesi yang dianggap remeh (dulunya).
Dalam arti, lebih hati2 ketika membicarakan profesi tersebut, bersikap lebih hormat, dan tidak melecehkan secara verbal pula.
Secara pribadi, saya suka dengan kemajuan yang positif ini. Bagaimana tidak, sekarang ini banyak yang sudah menyadari betapa pentingnya asisten RT, petugas kebersihan, cleaning service, office boy, supir dll. Kita semua adalah sama2 pekerja. Apapun bentuk profesi kita.
Tetapi, ketika kita berbicara tentang profesi yang...katakanlah sedikit lebih bagus, secara tidak sadar, kita seringkali menganggap pekerjaan kita jauh lebih penting dibanding pekerjaan (profesi) lainnya.
Contoh, pernah tidak kita mendengar (atau malah kita sendiri yang mengatakannya) "jadi pns itu, enak, ga ada kerjaan, nongkrong santai di kantor, terima gaji buta" atau bentuk kalimat perkiraan lainnya.
Itu bentuk pelecehan lo...
Yang artinya kita sedang meremehkan suatu profesi, walaupun ada yang seperti itu, tapi penggunaan kata tanpa menyebut kata 'oknum' sama artinya, kita menuding semua, secara keseluruhan.
Contoh lain, "wih, enak jadi dokter, pegang sana-pegang sini, kasi obat, dapet duit, gampang bener ya..."
Wah, wah...apa kabar sekolah kedokteran yang panjang itu? Dan berbagai resiko dari profesi dokter itu?
Saya pribadi, sebagai guru, sangat sering mendapat tudingan langsung ke arah saya, tentang betapa mudahnya menjadi guru.
"Jadi guru tuh enak, udah gajinya besar, kerjaannya gampang"
"Apa sih susahnya, cuma ngulang2 ngomongin pelajaran yang sama dari tahun ke tahun?"
"Gampang ya jadi guru, habis ngajar, santai, nggak mikir apa2"
Oke...kita review dari awal...
Pada kata 'gaji besar' mungkin maksudnya adalah isu tunjangan sertifikasi itu ya...faktanya, belum (bahkan tidak) semua guru merasakan itu. Sekalipun sudah mendapat sertifikat pendidik, belum tentu bisa secara otomatis memperoleh tunjangan ya...banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Dan percayalah...70% guru kesulitan memperolehnya.
Kata 'ngulang2 pelajaran'...katakanlah ini benar, dimana seorang guru pasti memegang mata pelajaran yang sama setiap tahunnya. Tetapi, dengan perkembangan jaman sekarang ini, seorang guru harus minimal selangkah lebih maju dibanding siswanya...update berita, wajib hukumnya.
Cuap2 di depan siswa juga ada seninya. Modal berkoar, tanpa diikuti seni dan teknik manajemen kelas, dijamin siswa akan tidur, atau tidak mengerti apa yang kita bicarakan. Tidak semua akan tetap tegar berdiri di hadapan puluhan pasang mata, yang kesemuanya fokus hanya pada kita seorang. Bayangkan jika saat itu seorang guru sedang galau, sedang ada masalah, sedang tidak fit...tetapi harus tetap fokus dan berbagi cuap-an dengan siswa...
Tak peduli ada masalah apapun, jangan sampai terlihat oleh siswa...
Terlihat santai, memang ya...hanya, apakah ada yang tahu, setelah membuat tes, ada rangkaian penilaian yang harus dijalankan, analisis soal, pengayaan dan remidi.
Apa kabar dengan penilaian kinerja, rangkaian jurnal, oka anyar, penilaian kepribadian siswa, belum jika menghadapi siswa yang sedang galau, tugas sebagai wali kelas, dan lainnya.
Saya sendiri, jika mengajar, tidak mau hanya mengandalkan bku paket, pasti akan browsing untuk tambahan materi dan mencari berita tebaru berkaitan dengan materi.
Tujuannya supaya tak ada kesempatan bagi siswa saya untuk tidur...
Tetapi, namanya pekerjaan, pasti akan ada saja yang tanpa sadar telah melecehkannya.
Saya juga tidak berusaha menjelaskan kepada siapapun uang menganggap remeh profesi saya ini.
Bagi saya, penilaian orang tidaklah penting. Ini antara saya, rekan kerja, siswa yang saya layani, dan atasan saya.
Dan, karena tau bagaimana rasanya dipandang remeh profesinya, saya tidak mau ikut serta jika ada yang merendahkan profesi lainnya.
Saya tidak memandang jadi perawat, pegawai kelurahan, pegawai pemda, dokter, kepala sekolah, kepala negara, pengacara, dll, itu amat gampang.
Jika saya di posisi itu, mungkin saya tidak akan sanggup.
Saya belajar menghargai profesi lainnya, justru ketika profesi saya dipandang remeh.
Walaupun saya akui, oknum yang tidak bertanggung jawab selalu ada...yang membuat profesi tersebut, secara keseluruhan terlihat buruk.
Jadi, ada baiknya, kita menghargai semua profesi sama seperti ketika kita ingin dihargai.
Bukan hanya profesi yang secara official diakui. Juga profesi tak mudah lainnya, ehm, tepatnya pilihan 'profesi' istimewa...yaitu ibu RT.
Amat sangat pantang untuk direndahkan...
Satu lagi, mengkritik atasan kita, itu suatu kewajaran, apalagi jiga atasan sedang khilaf (atau selalu khilaf).
Tapi sangat tidak etis, ketika kita mengolok2nya secara fisik. Bagaimanapun, beliaulah sang pimpinan. Atau bahkan seorang kepala negara.
Intinya, belajarlah mengendalikan pikiran negatif atas diri orang lain, karena dari pikiran, akan menjadi perkataan dan perbuatan...
:)
Semua profesi itu penting, dan memiliki tingkat kemudahan dan kesulitannya masing-masing...
By Mahitri W

1 komentar: