Sabtu, 19 November 2016

Keluarga Besar

Setiap dimulainya tahun ajaran baru, ketika mulai mengajar di kelas x, saya selalu mengingatkan siswa2 saya bahwa kita semua adalah keluarga besar. Sekelompok orang yang mempunyai tali persaudaraan sebagai anggota dari sebuah sekolah.
Dan khusus untuk anak wali saya, saya mengingatkan bahwa kita adalah keluarga inti. Harus ada rasa sayang, saling peduli dan saling mengingatkan. Jika tidak bisa diberitau, maka hubungi saya sebagai orangtua.
Sayapun merasa bahwa seluruh siswa saya adalah anak2 saya. Dan untuk anak wali saya, mereka adalah anak2 terdekat saya. Karna itu, sebisa mungkin saya selalu meng-update berita terbaru ttg mereka.
Mungkin saya masuk dalam kelompok wali kelas yang sering mondar-mandir masuk ke kelas wali. Memang bukan saya saja, ada banyak teman guru yang seperti itu juga.
Lalu...
Apa ini terjadi setelah saya menjadi guru?
Saya rasa tidak...di rumah saya cukup dekat dengan semua keponakan dan anak2 disekitar rumah.
Entah kenapa, saya mudah akrab dengan anak2.
Bukan hanya anak2. Tapi saya juga termasuk kategori orang yang mudah menjalin pertemanan dengan siapa saja.
Mungkin karena saya dibesarkan di papua, pada masa dimana hiburan itu sesuatu yang tidak mudah dijangkau. Dimana pertemanan adalah sesuatu yang mudah didapat, dan sekaligus paling berharga yang bisa kita miliki. Bahwa pertemanan baik dengan sesama pendatang ataupun putra daerah adalah hiburan terbaik yang bisa kita miliki.
Sebuah anugerah besar bagi saya, karna saya tumbuh besar di papua pada masa itu, dimana perbedaan bukanlah masalah besar. Bahwa hari lebaran, natal dan nyepi adalah hari raya kita semua. Bahwa itu kesempatan silaturahmi sekaligus makan gratis :)
Bagi kami, anak2 papua.
Bukan karena kami kekurangan makanan, tapi lebih karena kebahagiaan bisa pergi bersama teman2, silaturahmi ke. Semua teman dan guru atau kenalan.
Begitu menyenangkan.
Beruntung pula, bahwa setelah meninggalkan papua, saya tetap tumbuh di lingkungan yang heterogen. Tetap berkomunikasi intens dengan semua teman, dan dukungan komunikasi dengan orangtua yang juga terbiasa hidup dalam lingkungan yang heterogen pula.
For me...it's a gift.
Maka itu ada rasa sedih ketika beberapa teman yang tumbuh bersama, mendadak menjadi sarkatis. Ketika media sosial merubah mereka menjadi hakim.
Saya juga mengikuti berita, saya pun mempunya pandangan.
Tapi itu tidak membuat saya membenci yang berseberangan, dan menyebar fitnah.
Seperti juga dalam satu sekolah, kita adalah keluarga besar, maka dalam satu negara, bukankah kita juga keluarga besar?
Mengingatkan yang salah, harus.
Memberi teguran bahkan memberi hukuman pun boleh.
Tapi haruskah kita saling membenci?
Entahlah...saya tidak ingin menjadi sok bijak karena hidup saya sendiri belum lempeng.
Yah, lebih baik kita banyak2 melihat atau menonton humor. Humor yang seger, bukan yang garing atau menjual paha dan dada.
Agar pikiran fresh dan otot wajah jadi lebih rileks.
Atau...cuti media sosial saya lebih diperpanjang... :D
Fokus pada anak2 bangsa di rumah dan di sekolah, ohya dan di lingkungan saya.
Jadi pelawak bagi mereka, dan membuat mereka tersenyum bahkan tertawa.
Membuat saya selalu dirindukan.
Dan...jika butuh perawatan wajah, saya selalu diingat... #ehh...
​ƗƗɐƗƗɐƗƗɐ"̮ ƗƗɐƗƗɐƗƗɐ"̮
By Mahitri W

Tidak ada komentar:

Posting Komentar