Selasa, 26 Februari 2008

Hutang yang tak terbayar

Seminggu kemarin, semacam minggu menegangkan untukku. Mulai sejak senin, Mesha mulai panas. Selasa pagi, aku segera ke dokter. Tapi panasnya stabil. Rabu, jelas aku tidak kerja. Mesha manja sekali. Sampai jumat, kondisi dia, maksudnya, temp.badannya mulai menurun. Tapi, dia susah sekali makan. Tepatnya, tidak makan sama sekali. Aku pakai segala cara. Mulai dari ngasi makanan apapun yang mau dia telan...kraft singles, sozzis, dan tepung beras dicampur susu (terbuat dari belas yang digiling halus menjadi tepung, direbus encer, campur dengan susunya). Tapi, kondisi dia malah terus menurun, karena keju dan sozzis pun dia akhirnya malas lagi. Larutan tepung pun baru dimulai sabtu. Hari senin, sewaktu aku kerja, seperti biasa Mesha aku titip di tempat mama. Siangnya, waktu aku hubungi, ternyata mama sedang sibuk memberikan Mesha bubur instant yang dicampur susu. Dan itu dilakuin mama satu jam sekali! Diselingi dengan Pocari Sweat. Waktu aku jemput, mama keliatan panik sekali. Banyak pesan-pesannya. Bagi mama, kalau ada apa-apa dengan cucunya, dia tidak akan bisa tidur dengan tenang. Ibaratnya, bagi mama untuk cucu, segalanya akan dia kasih. Mungkin mama tidak punya materi berlimpah, terus terang, anak-anakku tak pernah dapat pemberian berupa uang dari mama. Tapi, berbagai perhatian selalu dia berikan. Utuh. Penuh. Tulus. Tadi pagi, mama sibuk merapikan barang2 dagangannya. Ada secuil kecil hati ayam. Tumben...pikirku. waktu aku tanya, mama bilang...
“besok kan Mesha dititip di sini, mama mau bikinin bubur ati...”
Ya Tuhan...
Mamaku, sayangku, cintaku....
Rasanya hutangku pada beliau makin tak terbalas...
Lihat juga papa...berhubung Mesha dekat dengan papa, hampir sepanjang hari, beliau yang menggendong Mesha.
Saat ini, mesha sudah dapat vitamin dan obat-obatan panas dalam dari dokter. Larutan tepung selalu habis. Tapi perlahan (sekali) kondisi dia mulai fit. Aku harus berterimakasih pada papa dan mama.
Seandainya bisa...aku pun ingin melakukan banyak hal untuk kedua orang tuaku.
Sayangnya, sebagai wanita bersuami dan anak, terkadang aku harus menomorduakan mereka, dibanding keluarga kecilku...
Aku malu untuk mengatakan ini, takut tak bisa memenuhinya.
Mama...Papa...Untuk kalian Segalanya....
Terima kasihku...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar